Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Lahir Dari Pernikahan Siri (Perbandingan Hukum Positif Di Indonesia Dengan Hukum Islam)

Authors

  • Nur Kamalia Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari
  • Nahdhah Nahdhah Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari
  • Munajah Munajah Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

DOI:

https://doi.org/10.62976/ijijel.v3i3.1331

Keywords:

pernikahan siri, perlindungan hukum, anak, hukum positif, hukum islam

Abstract

Pernikahan yang dilakukan secara agama namun tidak tercatat dalam sistem administrasi negara atau yang kerap disebut sebagai pernikahan siri telah melahirkan berbagai persoalan hukum, khususnya dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap hak-hak anak yang dilahirkan dari hubungan tersebut. Anak-anak yang lahir dari perkawinan semacam ini sering kali menghadapi kesulitan dalam memperoleh pengakuan resmi atas status nasab, hak untuk mendapatkan warisan, serta hak asuh menurut ketentuan hukum nasional. Walaupun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 telah memberikan perluasan makna anak luar kawin sebagai bentuk perlindungan hukum, implementasinya di lapangan masih terganjal oleh persoalan sosial dan aspek administratif. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah serta membandingkan bentuk perlindungan hukum bagi anak dari pernikahan siri menurut perspektif hukum positif Indonesia dan hukum Islam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, melalui pendekatan terhadap norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dan analisis komparatif antar sistem hukum. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam pandangan hukum Islam, anak yang lahir dari pernikahan yang sah secara syar’i tetap memiliki hak-hak dasar, seperti hak atas nasab, hak memperoleh nafkah, hak pewarisan, dan hak pengasuhan, selama pernikahan tersebut memenuhi syarat menurut ajaran agama. Sebaliknya, dalam hukum nasional, hak-hak tersebut hanya dapat diperoleh apabila terdapat pengakuan secara hukum dari pihak ayah atau melalui penetapan pengadilan. Perbedaan pandangan antara dua sistem hukum tersebut mencerminkan belum terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin perlindungan hak anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan secara administratif. Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah untuk menyelaraskan hukum guna memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi secara adil dan menyeluruh, sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi arah reformasi hukum keluarga di Indonesia yang lebih responsif terhadap kebutuhan anak dan keadilan sosial.

Downloads

Published

04-08-2025

Issue

Section

Articles