Kepemimpinan Perempuan Dalam Al-Qur’an Menurut Muhammad Husain Tabatabai Dan Muhammad Tahir Ibn ‘Ashur
DOI:
https://doi.org/10.62976/ijijel.v3i2.1130Keywords:
Kepemimpinan, Perempuan, Tafsir Al-Qur’anAbstract
Peran kepemimpinan perempuan dalam Islam, baik di organisasi maupun di Negara, telah menjadi kontroversi. Meskipun perkembangan teknologi dan pola pikir telah mengubah pandangan tentang peran gender, beberapa masih berpendapat bahwa tugas perempuan terbatas pada peran domestik di rumah. Perbedaan tafsir ayat-ayat tertentu dalam al-Qur'an menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pandangan masyarakat. Hal ini juga menjadi permasalahan kontroversial di kalangan ulama, masing-masing mempunyai argumentasi untuk membolehkan atau tidaknya perempuan menjadi pemimpin. Metode penelitian yang digunakan adalah dokumentasi dengan analisis content dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Muhammad Husain Tabatabai menolak kepemimpinan perempuan karena menganggap karakter perempuan cenderung lemah dan terlalu terorientasi pada perasaan. Muhammad Tahir Ibn 'Ashur memandang perempuan memiliki hak untuk dilindungi dan diberi nafkah oleh laki-laki, termasuk dalam kepemimpinan. Ibnu Asyur membolehkan kepemimpinan perempuan, mengisyaratkan bahwa laki-laki dan perempuan bisa menduduki posisi kepemimpinan.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Ihwan Amalih, Ine Sintia

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.