Hukum Menyentuh Kemaluan Setelah Berwudhu Menurut Mazhab Hanafi Dan Mazhab Hanbali
DOI:
https://doi.org/10.62976/ijijel.v3i2.1127Keywords:
Menyentuh Kemaluan, Berwudhu, Mazhab Hanafi dan HanbaliAbstract
Salah satu cara yang diajarkan kepada umat Islam untuk menjaga kesehatan fisik dan mental adalah melalui praktik berwudhu. Al-qur’an dan hadits telah menyebutkan dengan jelas dan terperinci tentang dalil kewajiban wudhu, tata cara berwudhu, penyebab batalnya wudhu, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan wudhu. Beberapa hal yang dapat membatalkan wudhu tersebut seperti keluarnya sesuatu diantara dua lubang secara normal maupun tidak normal, hilangnya akal, menyentuh kemaluan dan sejenisnya, dalam hal ini terdapat perbedaan tentang pembatal wudhu. Diantara permasalahan yang sering diperdebatkan adalah hukum menyentuh kemaluan, apakah membatalkan wudhu atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif dengan pendekatan komparatif, mengkaji literatur-literatur hukum Islam, kitab-kitab atau buku-buku fikih mazhab sebagai bahan analisis. Dari hasil penelitian, perbedaan pendapat antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali terkait hukum menyentuh kemaluan disebabkan oleh perbedaan dalam memahami dalil-dalil yang digunakan oleh masing-masing mazhab. Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam interpretasi hukum Islam, khususnya terkait batal tidaknya wudhu setelah menyentuh kemaluan.
Downloads
Published
Issue
Section
License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.