Problematika Pernikahan Siri Bawah Umur Di Kabupaten Kutai Barat
DOI:
https://doi.org/10.62976/ijijel.v3i2.1086Keywords:
Pernikahan Siri, Pernikahan di Bawah Umur, Isbat Nikah, KUA, Hukum IslamAbstract
Pernikahan siri bawah umur menjadi fenomena sosial dan hukum yang kompleks di Kabupaten Kutai Barat. Praktik ini tidak hanya bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974, tetapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap hak-hak perempuan dan anak. penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang menjadi permasalahan dalam pernikahan siri di bawah umur di Kabupaten Kutai Barat, serta menganalisi pendapat kepala KUA di wilayah Kutai Barat dalam memberikan solusi terhadap permasalahan pernikahan siri di Kabupaten Kutai Barat. Penelitian ini menggunakan metode empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data diperoleh melalui wawancara dengan Kepala KUA, observasi, serta dokumentasi. Analisis datanya menggunakan tiga tahapan utama, yaitu: kondensasi data, display data, dan verifikasi data. Penelitian ini menemukan bahwa pernikahan siri di bawah umur di Kabupaten Kutai Barat menimbulkan berbagai persoalan hukum dan sosial, seperti tidak sah menurut hukum positif, tidak adanya hak waris, status anak yang hanya memiliki nasab dari ibu, serta risiko ketidaksiapan psikis pasangan. Hal ini disebabkan oleh dualisme antara hukum agama dan hukum negara, khususnya terkait usia minimal perkawinan. Kantor Urusan Agama (KUA) menolak isbat nikah bagi pernikahan semacam ini karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pengesahan oleh hakim dinilai berpotensi melegitimasi pelanggaran hukum. Oleh karena itu, diperlukan keseragaman sikap di lingkungan peradilan agama serta solusi berupa pernikahan ulang setelah usia mencukupi sesuai ketentuan undang-undang.
Downloads
Published
Issue
Section
License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.